Memasuki akhir tahun anggaran, banyak Perangkat Daerah mulai menghadapi tekanan penyelesaian administrasi, penatausahaan, dan penyusunan laporan keuangan. Tidak sedikit OPD yang mengalami kendala karena keterlambatan penutupan buku, kurangnya kelengkapan bukti transaksi, hingga ketidaksesuaian pencatatan antara bendahara dengan laporan SKPD. Kondisi ini sering berujung pada temuan pemeriksaan dan opini laporan keuangan yang kurang optimal.
Jika proses penutupan tahun anggaran tidak dilakukan secara sistematis, dampaknya dapat cukup serius: revisi berulang, waktu penyusunan LKPD menjadi molor, serta meningkatkan risiko ketidakwajaran laporan yang berpotensi berdampak pada opini BPK. Pada akhirnya, bukan hanya bendahara atau pengelola keuangan yang kerepotan, tetapi dapat mempengaruhi reputasi kinerja pemerintah daerah secara keseluruhan.
Melalui panduan singkat ini, aparatur pemerintah daerah diharapkan dapat memahami langkah-langkah penting dalam melakukan penutupan tahun anggaran serta menyusun Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Tahun 2025 dengan baik, akuntabel, dan tepat waktu.
Apa yang Dimaksud dengan Penutupan Tahun Anggaran?
Penutupan Tahun Anggaran merupakan proses akhir dalam siklus pengelolaan keuangan daerah yang dilakukan untuk memastikan seluruh transaksi anggaran selama satu tahun telah dicatat, dipertanggungjawabkan, dan disusun dalam laporan keuangan sesuai ketentuan perundang-undangan. Proses ini menjadi dasar penyusunan LKPD melalui serangkaian tahapan mulai dari verifikasi, rekonsiliasi, konsolidasi, hingga finalisasi laporan.
Tujuan Penutupan Tahun Anggaran dan Penyusunan LKPD
Penutupan tahun anggaran memiliki tujuan untuk:
Menyajikan informasi keuangan yang akurat, lengkap, dan dapat dipertanggungjawabkan.
Menjamin seluruh pendapatan dan belanja telah dicatat dan dilaporkan sesuai Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP).
Mendukung penyusunan LKPD yang transparan dan akuntabel sebagai wujud tata kelola pemerintahan yang baik.
Memenuhi ketentuan regulasi dan meningkatkan kualitas opini BPK.
Langkah-Langkah Penutupan Tahun Anggaran
Berikut adalah langkah strategis yang perlu diperhatikan dalam proses penutupan tahun anggaran:
Melakukan penyesuaian dan verifikasi akhir terhadap seluruh transaksi keuangan.
Melakukan rekonsiliasi internal antara bendahara, PPK-SKPD, dan pengelola keuangan daerah.
Menyelesaikan seluruh pertanggungjawaban belanja dan pendapatan.
Penyetoran sisa kas ke kas daerah (jika ada) sesuai ketentuan.
Menyusun laporan keuangan SKPD yang selanjutnya akan digunakan untuk konsolidasi LKPD.
Checklist Dokumen Penutupan Tahun Anggaran
Agar penyusunan LKPD berjalan lancar, berikut daftar dokumen yang harus disiapkan oleh setiap OPD:
Dokumen penatausahaan pendapatan dan belanja
Laporan pertanggungjawaban bendahara
Bukti transaksi keuangan yang lengkap dan sah
Rekonsiliasi internal dan eksternal
Laporan aset dan persediaan
Laporan keuangan SKPD (LRA, Neraca, LO, LPE, dan CaLK)
Tips Meningkatkan Kualitas LKPD 2025
Pastikan ketepatan waktu penyerahan dokumen dari OPD ke BPKAD.
Lakukan rekonsiliasi secara berkala, bukan hanya di akhir tahun.
Kelola aset dan persediaan dengan tertib administrasi.
Tingkatkan kompetensi SDM pengelola keuangan daerah melalui pelatihan.
Butuh Pendampingan Teknis dan Pelatihan?
Untuk mendukung peningkatan kompetensi aparatur dalam penyusunan LKPD yang berkualitas, LINKPEMDA membuka program Bimbingan Teknis “Penutupan Tahun Anggaran & Penyusunan LKPD 2025” yang dirancang khusus untuk Pemerintah Daerah. Pelatihan ini memberikan pemahaman teknis, praktik penyusunan laporan, serta contoh kasus agar peserta siap menerapkan langsung di OPD.
LinkPemda siap membantu melalui pendampingan, workshop, hingga pelatihan in-house training (IHT) bagi perangkat daerah yang ingin meningkatkan kualitas laporan keuangannya dan meraih opini BPK yang lebih baik.
Jangan menunggu hingga akhir tahun untuk mempersiapkan penyusunan LKPD.
Pastikan tim Anda memahami tahapan teknis dan siap menyusun laporan secara benar dan tepat waktu.
📍 Informasi dan Pendaftaran Bimtek:
Bapak Andi Hasan Lamba
📱 WhatsApp: 0813-8766-6605
Segera amankan kuota pelatihan untuk OPD Anda dan tingkatkan kualitas penyusunan LKPD mulai hari ini!
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia secara resmi telah menerbitkan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 11 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Usaha dan Praktik Tenaga Kefarmasian serta Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
Peraturan ini mulai disosialisasikan secara nasional sejak 4–5 November 2025 dan menjadi dasar hukum baru bagi seluruh pelaku usaha, apoteker, tenaga kesehatan, dan pengelola fasilitas kesehatan di Indonesia.
🎯 Latar Belakang dan Tujuan
Permenkes Nomor 11 Tahun 2025 hadir sebagai penyempurnaan dari regulasi sebelumnya, menyesuaikan dengan dinamika pelayanan kesehatan, digitalisasi perizinan, dan kebijakan transformasi kesehatan nasional.
Tujuan utamanya adalah untuk:
Menjamin mutu dan keamanan layanan kefarmasian.
Menyederhanakan proses perizinan fasilitas pelayanan kesehatan dan apotek secara daring.
Meningkatkan akuntabilitas dan transparansi usaha kesehatan.
Memperkuat peran apoteker dan tenaga kesehatan dalam pelayanan publik.
📘 Pokok Pengaturan dalam Permenkes Nomor 11 Tahun 2025
Penyederhanaan Perizinan Berbasis OSS-RBA
Semua izin fasilitas kesehatan, termasuk apotek dan klinik, terintegrasi dalam sistem perizinan elektronik nasional.
Standar Pelayanan Kefarmasian Nasional
Apoteker wajib memenuhi standar praktik kefarmasian sesuai dengan ketentuan kompetensi dan etika profesi.
Digitalisasi Pelaporan Usaha Kesehatan
Pemerintah menerapkan pelaporan elektronik untuk kegiatan usaha farmasi dan distribusi obat.
Pengawasan dan Pembinaan Terpadu
Dinas kesehatan provinsi/kabupaten diberi peran aktif dalam melakukan pembinaan dan penegakan terhadap pelanggaran izin dan standar mutu.
Pemberlakuan Sanksi Tegas dan Sertifikasi Ulang
Apotek atau fasilitas kesehatan yang tidak memenuhi syarat operasional dapat dikenai sanksi administratif hingga pencabutan izin.
💡 Implikasi Bagi Dunia Usaha dan Tenaga Kesehatan
Dengan diberlakukannya peraturan ini:
Apoteker dan pengelola fasilitas kesehatan wajib memperbarui izin operasional melalui sistem OSS-RBA sesuai standar baru.
Pelaku usaha farmasi dan klinik perlu menyesuaikan dokumen perizinan serta mengikuti pembinaan oleh dinas kesehatan setempat.
Pemerintah daerah didorong untuk memperkuat peran pengawasan dan memastikan seluruh fasilitas kesehatan di wilayahnya memenuhi standar pelayanan.
📅 Bimtek Nasional Linkpemda: Pemahaman & Implementasi Permenkes Nomor 11 Tahun 2025
Sebagai tindak lanjut atas terbitnya regulasi ini, Lembaga Informasi Keuangan dan Pemerintahan Daerah (LINKPEMDA) menyelenggarakan Bimbingan Teknis Nasional dengan tema:
“Pemahaman & Implementasi Permenkes Nomor 11 Tahun 2025: Panduan Baru bagi Apoteker, Fasilitas, dan Usaha Kesehatan”
Kegiatan ini dirancang untuk membantu pemerintah daerah, dinas kesehatan, rumah sakit, apotek, dan pelaku usaha memahami substansi peraturan baru, tata cara implementasi, serta mekanisme pelaporan dan perizinan berbasis OSS-RBA.
Materi Utama Bimtek:
Penjelasan teknis Permenkes 11/2025 dan regulasi turunannya
Penguatan peran daerah dalam pengawasan fasilitas kesehatan
Tata cara pembaruan izin usaha kesehatan dan praktik kefarmasian
Strategi penerapan digitalisasi layanan kesehatan dan pelaporan usaha
🏛️ Tujuan Pelatihan:
Meningkatkan kompetensi ASN, apoteker, dan pelaku usaha kesehatan dalam memahami Permenkes 11/2025.
Menyiapkan daerah menghadapi transisi sistem perizinan kesehatan digital.
Mendorong sinkronisasi antara regulasi pusat dan pelaksanaan daerah.
📍 Informasi Penyelenggaraan:
Penyelenggara:
Lembaga Informasi Keuangan dan Pemerintahan Daerah (LINKPEMDA)
Peserta:
Dinas Kesehatan, Rumah Sakit, Puskesmas, Klinik, Apotek, dan Tenaga Kesehatan
Fasilitas Peserta:
Sertifikat 16 JP, modul, seminar kit, konsumsi, dan dokumentasi kegiatan
Biaya Kontribusi:
Rp 5.000.000/peserta (hotel dan fasilitas pelatihan)
Permenkes Nomor 11 Tahun 2025 menjadi tonggak penting dalam penguatan tata kelola kesehatan nasional yang lebih transparan, profesional, dan berdaya saing.
Dengan dukungan kegiatan Bimtek Nasional Linkpemda, diharapkan seluruh pemangku kepentingan — baik di pusat maupun daerah — mampu mengimplementasikan regulasi ini secara efektif dan berkelanjutan.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH) resmi menerbitkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 7 Tahun 2025 tentang Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup (PROPER).
Regulasi ini disosialisasikan secara nasional pada 5 November 2025 di Jakarta dan mulai berlaku sejak tanggal diundangkan.
Langkah ini menjadi bagian dari upaya pemerintah dalam meningkatkan kepatuhan industri terhadap standar lingkungan hidup, serta mendorong praktik bisnis yang berkelanjutan dan transparan di seluruh sektor industri.
🎯 Latar Belakang dan Tujuan
Program PROPER merupakan instrumen kebijakan pemerintah untuk menilai dan mengumumkan kinerja perusahaan dalam pengelolaan lingkungan.
Seiring perkembangan teknologi, perubahan iklim, serta meningkatnya standar internasional seperti ESG (Environmental, Social, Governance) dan Net Zero Emission, pembaruan regulasi ini menjadi penting agar penilaian kinerja lingkungan lebih relevan, transparan, dan terukur.
Melalui Permen LHK Nomor 7 Tahun 2025, pemerintah memperkuat aspek:
Kepatuhan terhadap baku mutu emisi dan limbah
Efisiensi energi dan penggunaan sumber daya
Pengelolaan limbah B3 dan non-B3
Inovasi hijau dan ekonomi sirkular
Transparansi data kinerja lingkungan perusahaan
📑 Pokok Pengaturan dalam Permen LHK Nomor 7 Tahun 2025
Beberapa ketentuan utama dalam regulasi terbaru ini meliputi:
Penilaian PROPER berbasis digital (e-PROPER) melalui sistem pelaporan daring nasional.
Kategori peringkat baru, yaitu:
🟨 Emas — Inovatif & Berkelanjutan
🟩 Hijau — Melebihi Kepatuhan
🟦 Biru — Taat Regulasi
🟥 Merah — Tidak Taat
⬛ Hitam — Melanggar Berat
Pelibatan masyarakat dalam penilaian dan publikasi data kinerja lingkungan secara terbuka.
Integrasi PROPER dengan SDGs 2030 dan Rencana Aksi Nasional Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca.
Penguatan mekanisme pembinaan, penghargaan, dan sanksi administratif bagi perusahaan sesuai hasil evaluasi.
🌱 Dampak dan Harapan
Pemerintah berharap penerapan PROPER versi terbaru ini dapat:
Mendorong perusahaan lebih proaktif dalam tanggung jawab lingkungan (environmental responsibility).
Mengoptimalkan peran pemerintah daerah dalam pembinaan dan pengawasan kinerja lingkungan di wilayahnya.
Menjamin akses informasi publik yang transparan bagi masyarakat mengenai dampak lingkungan dari aktivitas industri.
Dengan sistem digital dan indikator yang lebih jelas, PROPER diharapkan menjadi acuan nasional menuju pembangunan ekonomi hijau, efisien, dan berdaya saing global.
🔍 Kesimpulan
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 7 Tahun 2025 menjadi tonggak penting dalam penguatan good environmental governance di Indonesia.
Melalui PROPER yang lebih adaptif dan digital, Indonesia menegaskan komitmennya terhadap keberlanjutan lingkungan, inovasi hijau, dan tanggung jawab sosial dunia usaha.
📚 Sumber Referensi:
Kementerian Lingkungan Hidup dan BPLH, Sosialisasi Permen LHK No. 7 Tahun 2025 tentang PROPER, Jakarta, 5 November 2025.
JDIH Kementerian Lingkungan Hidup.
📝 Catatan Redaksi LINKPEMDA
Artikel ini disusun untuk tujuan informasi publik berdasarkan sumber resmi Kementerian Lingkungan Hidup dan BPLH.
LINKPEMDA (Lembaga Informasi Keuangan dan Pembangunan Daerah) merupakan lembaga Bimtek dan Diklat resmi terdaftar di Kemendagri yang menjadi rujukan utama bagi pemerintah daerah dan sektor swasta di Indonesia. Dengan legalitas lengkap (SKT Kemendagri No. 1104-00-/0275/XII/2021) serta dukungan narasumber berkompeten, LINKPEMDA menyelenggarakan pelatihan yang berbasis regulasi terbaru, profesional, dan berorientasi hasil.
Sebagai mitra strategis aparatur pemerintah, LINKPEMDA berkomitmen untuk meningkatkan kapasitas SDM melalui berbagai program seperti Bimtek Keuangan Daerah, BLUD, Kepegawaian, SIPD, Reformasi Birokrasi, Pajak Daerah, dan Perencanaan Pembangunan Daerah.
Dengan prinsip “Berilmu • Berintegritas • Berkinerja”, setiap kegiatan LINKPEMDA dilaksanakan secara resmi, transparan, dan dapat dipertanggungjawabkan, guna mendukung tercapainya tata kelola pemerintahan daerah yang akuntabel dan berdaya saing menuju Indonesia Maju 2026.
🏛️ Pemerintah Tetapkan Arah Baru Tata Kelola Keuangan Daerah
Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) resmi menerbitkan Permendagri Nomor 10 Tahun 2025 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Tahun 2026.
Regulasi ini menjadi dasar penyusunan RKPD, KUA-PPAS, dan APBD Tahun 2026, sekaligus menegaskan arah baru tata kelola keuangan daerah yang lebih transparan, akuntabel, dan berbasis digital.
Langkah ini merupakan bagian dari strategi nasional dalam mendukung pelaksanaan RPJPN 2025–2045 dan RPJMN 2025–2029, dengan fokus pada peningkatan efektivitas pembangunan, integrasi data keuangan daerah, serta penguatan akuntabilitas aparatur pemerintah daerah.
💡 Tujuan dan Arah Kebijakan Kemendagri
Melalui regulasi ini, Kemendagri menekankan tiga fokus utama dalam pengelolaan keuangan daerah tahun 2026:
Integrasi Sistem dan Data Daerah
Seluruh pemerintah daerah wajib menggunakan Sistem Informasi Pemerintahan Daerah (SIPD-RI) untuk proses perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, hingga pelaporan keuangan.
Tujuannya agar seluruh tahapan dapat terpantau secara real time dan terintegrasi secara nasional.
Anggaran Berbasis Kinerja
Setiap kegiatan daerah harus berorientasi pada hasil (outcome-based budgeting) dengan indikator yang jelas.
SKPD wajib memastikan bahwa setiap program mendukung prioritas pembangunan nasional dan daerah.
Akuntabilitas dan Transparansi Publik
Seluruh proses pelaksanaan dan pertanggungjawaban keuangan daerah harus memenuhi prinsip keterbukaan informasi, auditabilitas, serta penggunaan sistem digital yang dapat diakses lintas perangkat.
📘 Pokok-Pokok Penting Regulasi Terbaru
Berikut beberapa poin penting dari Permendagri 10 Tahun 2025 dan regulasi pendukungnya yang wajib dipahami oleh ASN dan SKPD:
Format Baru Dokumen RKPD dan KUA-PPAS 2026
Format dokumen disesuaikan dengan struktur kebijakan nasional serta indikator pembangunan yang dapat diukur kinerjanya.
Sinkronisasi RKPD dengan APBD melalui SIPD-RI
Proses penyusunan APBD wajib dilakukan melalui platform SIPD-RI agar data keuangan daerah bersifat tunggal dan terintegrasi.
Penerapan Standar Biaya Masukan (SBM) Daerah Tahun 2026
Kemendagri menetapkan pedoman SBM terbaru yang harus dijadikan acuan oleh BPKAD dan SKPD saat menyusun rencana anggaran.
Penegasan Tanggung Jawab PPK-SKPD dan Bendahara
ASN yang bertugas sebagai PPK-SKPD dan bendahara diwajibkan memahami ketentuan baru pelaporan dan pertanggungjawaban berbasis elektronik.
Dukungan terhadap Reformasi Birokrasi Tematik
Regulasi ini menjadi bagian dari upaya memperkuat reformasi birokrasi tematik berbasis hasil, dengan kinerja ASN sebagai penggerak utama efektivitas belanja daerah.
🧭 Panduan Teknis bagi ASN & SKPD
Agar implementasi regulasi berjalan efektif, berikut langkah-langkah strategis yang perlu diperhatikan oleh pemerintah daerah:
Pelajari dan Sosialisasikan Permendagri 10/2025
Kepala OPD dan pejabat fungsional perencana perlu memahami isi regulasi dan menyesuaikan penyusunan dokumen RKPD maupun Renja OPD 2026.
Perkuat Koordinasi Bappeda, BPKAD, dan Inspektorat
Kolaborasi antarperangkat daerah penting untuk memastikan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, dan pelaporan keuangan.
Tingkatkan Kompetensi ASN melalui Bimtek dan Pelatihan
ASN yang menangani perencanaan dan keuangan perlu mengikuti pelatihan teknis terkait SIPD-RI, manajemen keuangan, dan penyusunan dokumen APBD.
Optimalkan Digitalisasi dan Integrasi Data
Pemerintah daerah diharapkan mampu memanfaatkan teknologi untuk mempercepat pelaporan dan meningkatkan akurasi data keuangan.
🧩 Implikasi Regulasi bagi Pemerintah Daerah
Dengan diberlakukannya Permendagri 10 Tahun 2025, maka mulai tahun anggaran 2026 setiap pemerintah daerah diharuskan:
Menyusun RKPD dan APBD berbasis hasil (result-oriented budgeting);
Melaksanakan pelaporan keuangan secara digital dan terintegrasi dalam SIPD-RI;
Meningkatkan transparansi, efektivitas belanja, serta tata kelola keuangan berbasis kinerja;
Menjamin keselarasan kebijakan daerah dengan prioritas nasional.
🏁 Penutup
Permendagri 10 Tahun 2025 bukan sekadar pedoman teknis penyusunan RKPD dan APBD, tetapi menjadi landasan utama bagi pemerintah daerah untuk membangun tata kelola keuangan yang lebih modern, efisien, dan terukur.
Bagi ASN dan SKPD, memahami dan menerapkan regulasi ini adalah langkah penting menuju birokrasi yang adaptif, akuntabel, dan berorientasi hasil.
Melalui kolaborasi, penguatan kapasitas, serta digitalisasi tata kelola, pemerintah daerah dapat mewujudkan pengelolaan keuangan yang transparan dan berdaya saing menuju Indonesia Emas 2045.
🔗 Disarankan untuk Dibaca